Anda memasuki Blognya Adinevva silahkan membaca dan berbagi Ilmu

Ibote.net


ibote.net

Me @nD Ibote..

Me @nD Ibote..
Adinevva

Silahkan berbagi ilmu

Kamis, 24 Februari 2011

Jaga Lisanmu...


FAEDAH SURAT QAAF,

Setiap yang Terucap akan Masuk Catatan Amal

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sebuah ayat yang menarik sekali untuk dikaji yang berisi pelajaran agar kita
pintar-pintar menjaga lisan. Ayat tersebut terdapat dalam surat Qaaf tepatnya
ayat 18.
Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat
Pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 18)

Ucapan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah yang diucapkan oleh manusia,
keturunan Adam. Ucapan tersebut dicatat oleh malaikat yang sifatnya roqib dan
‘atid yaitu senantiasa dekat dan tidak pernah lepas dari seorang hamba. Malaikat
tersebut tidak akan membiarkan satu kalimat dan satu gerakan melainkan ia akan
mencatatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا
تَفْعَلُونَ (12)

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi
(pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu
itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Infithar: 10-12)
Apakah semua perkataan akan dicatat? Apakah hanya yang bernilai pahala dan dosa
saja yang dicatat? Ataukah perkataan yang bernilai netral pun dicatat?
Tentang masalah ini para ulama ada dua pendapat. Ada ulama yang mengatakan
bahwa yang dicatat hanyalah yang bernilai pahala dan dosa. Namun jika kita
melihat dari tekstual ayat, yang dimaksud ucapan dalam ayat tersebut adalah
ucapan apa saja, sampai-sampai ucapan yang mubah sekalipun. Akan tetapi, untuk
masalah manakah yang kena hukuman, tentu saja amalan yang dinilai berpahala dan
dinilai dosa.

Sebagian ulama yang berpendapat bahwa semua ucapan yang bernilai netral (tidak
bernilai pahala atau dosa) akan masuk dalam lembaran catatan amalan,
sampai-sampai punya sikap yang cukup hati-hati dengan lisannya. Cobalah kita
saksikan bagaimana kisah dari Imam Ahmad ketika beliau merintih sakit.

Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit.
Kemudian beliau merintih kala itu. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu
Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga
dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung
diam, dan beliau tidak merintih lagi. Beliau takut jika merintih sakit,
rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat.

Coba bayangkan bahwa perbuatan yang asalnya wajar-wajar saja ketika sakit, Imam
Ahmad pun tidak ingin melakukannya karena beliau takut perbuatannya tadi
walaupun dirasa ringan masuk dalam catatan malaikat. Oleh karena itu, beliau
rahimahullah pun menahan lisannya. Barangkali saja rintihan tersebut dicatat dan
malah dinilai sebagai dosa nantinya. Barangkali rintihan tersebut ada karena
bentuk tidak sabar.

Mampukah kita selalu memperhatikan lisan?
Sungguh nasehat yang amat bagus dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang seharusnya kita bisa resapi dalam-dalam dan selalu mengingatnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى
بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak
dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka
dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR.
Muslim no. 2988)

Intinya, penting sekali memperhatikan lisan sebelum berucap. An
Nawawi rahimahullah menyampaikan dalam kitabnya Riyadhush Sholihin nasehat yang
amat bagus, “Ketahuilah bahwa sepatutnya setiap orang yang telah dibebani
berbagai kewajiban untuk menahan lisannya dalam setiap ucapan kecuali ucapan
yang jelas maslahatnya. Jika suatu ucapan sama saja antara maslahat dan
bahayanya, maka menahan lisan untuk tidak berbicara ketika itu serasa lebih
baik. Karena boleh saja perkataan yang asalnya mubah beralih menjadi haram atau
makruh. Inilah yang seringkali terjadi dalam keseharian. Jalan selamat adalah
kita menahan lisan dalam kondisi itu.”

Jika lisan ini benar-benar dijaga, maka anggota tubuh lainnya pun akan baik.
Karena lisan adalah interpretasi dari apa yang ada dalam hati dan hati adalah
tanda baik seluruh amalan lainnya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ
فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ
اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

“Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan akan patuh pada lisan.
Lalu anggota badan tersebut berkata pada lisan: Takutlah pada Allah bersama
kami, kami bergantung padamu. Bila engkau lurus kami pun akan lurus dan bila
engkau bengkok (menyimpang) kami pun akan seperti itu.” (HR. Tirmidzi no. 2407.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inihasan). Hadits ini pertanda bahwa
jika lisan itu baik, maka anggota tubuh lainnya pun akan ikut baik.

Semoga yang singkat ini dari kajian tafsir surat Qaaf bermanfaat. Ya Allah,
tolonglah kami untuk selalu menjaga lisan kami ini agar tidak terjerumus dalam
kesalahan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, Dar Ibnil
Jauzi, cetakan pertama, 1430 H.
Liqo’ Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, kaset no. 11
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Darul Fawaid dan Dar Ibni
Rajab, 4/278.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Street Art Copyright by ADINEVVA Blog.. | Template by ADINEVVA | Blog Trick at adinevva